Sabtu, 26 Maret 2011

Tiga Sumpah Nabi


 

Kaum muslimin rahimakumullah!
Sumpah biasanya digunakan untuk menunjukkan atau mengemukakan kebenaran yang sesungguhnya. Dengan sumpah, mestinya kita menjadi yakin dan tidak ragu sedikit pun terhadap kebenaran yang dimaksudkan di dalam sumpah itu. Untuk meyakinkan dan menarik perhatian kita tentang suatu persoalan yang sangat penting, Allah SWT di dalam Alquran juga bersumpah dengan menyebut sesuatu. Di dalam hadis, ternyata terdapat juga sumpah Nabi Muhammad saw sehingga apa yang menjadi sumpahnya itu sangat penting untuk kita perhatikan agar kita semakin yakin.
Di antara sumpah Nabi adalah tentang tiga perkara sebagaimana hadis berikut.
"Tiga hal yang aku bersumpah atas ketiganya: tidak berkurang harta karena shadaqah, tidak teraniaya seorang hamba dengan aniaya yang ia sabar atasnya melainkan Allah Azza Wa Jalla menambahinya kemuliaan, dan tidak membuka seorang hamba pintu permintaan melainkan Allah membuka atasnya pintu kefakiran." (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Harta Tidak Berkurang karena Shadaqah
Salah satu keharusan kita sebagai muslim dalam kaitan dengan harta adalah menunaikan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS). Namun, tidak sedikit orang yang meskipun sudah mengaku muslim tetapi masih tidak mau menunaikan keharusannya itu. Di antara mereka ada yang khawatir bila ZIS itu ditunaikan hartanya akan berkurang, bahkan bisa jadi ia menjadi miskin. Kekhawatiran itu merupakan sesuatu yang tidak beralasan, hal ini karena Rasulullah saw memberikan jaminan bahwa bila seseorang menunaikan shadaqah, maka hartanya justru akan bertambah. Memang pada saat ia keluarkan uang atau hartanya untuk shadaqah, hartanya memang akan berkurang, tetapi dari dampak atau pengaruh positifnya ia akan memperoleh tambahan, baik dalam bentuk jumlah maupun nilai dari harta itu sendiri.
Dalam bentuk jumlah, harta yang dishadaqahkan mungkin saja bertambah, misalnya ia berdagang, setelah keuntungannya besar ia bershadaqah, maka orang yang diberinya shadaqah itu mendo’akan agar hartanya bertambah banyak dan do’a itu pun dikabulkan oleh Allah SWT sehingga perdagangannya semakin laris sehingga semakin banyak yang bisa dijual. Adapun nilai yang besar, ini nampak dari keutamaan yang sedemikian besar yang diberikan Allah SWT kepada orang yang membelanjakan hartanya di jalan yang benar, Allah SWT berfirman, "Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) dan Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 261).

Keteraniayaan Membawa Kemuliaan
Ada banyak contoh tentang orang yang dianiaya, manakala mereka tetap sabar dan istiqamah dalam mempertahankan kebenaran yang diyakininya akan membawa pada kemuliaan dirinya dan si penganiaya yang merasa sebagai orang yang jauh lebih mulia menjadi manusia dengan segala kerendahan martabat kepribadian yang disandangkan kepadanya. Nabi Ibrahim as yang ketika itu masih muda belia mengalami penganiayaan dari Raja Nambrut hingga Ibrahim dibakar, lalu ditolong oleh Allah SWT, hal ini bukan membawa kehinaan bagi Nabi Ibrahim tetapi malah menjadikannya orang yang mulia hingga pengikutnya bertambah banyak.
Kaum muslimin di Mekah pada masa Rasulullah saw juga mengalami penganiayaan dari orang-orang kafir, mereka diboikot, dibunuh, disiksa hingga terusir dari kota kelahiran mereka. Namun, hal itu tidak membuat Rasulullah dengan para sahabatnya menjadi hina, tetapi justru membawa kemuliaan. Ketika para sahabat berhijrah ke Habasyah, mereka mendapatkan perlindungan atau suaka dari Raja Najasi yang beragama Nasrani hingga akhirnya sang raja masuk ke dalam Islam, sedangkan Rasulullah bersama para sahabat lainnya berhijrah ke Madinah yang kemudian berhasil menyatukan kaum kaum muslimin dari Mekah dan Madinah hingga menghasilkan kekuatan umat yang disegani.
Di Mesir, para aktivis dakwah pernah mengalami penganiyaan dari penguasa Mesir yang zalim pada waktu itu, penganiayaan dimaksudkan untuk menghambat dan menghentikan langkah-langkah dakwah, tetapi gerakan dakwah justru semakin tersebar luas hingga ke berbagai negara di dunia, karena para aktivis dakwah yang dipenjara menghasilkan karya tulis yang gemilang seperti Sayyid Quthb dengan Fi Dzilalil Qur’an, terbunuhnya Hasan al-Banna menarik simpati dan pengusiran para akltivis dakwah membuat mereka bisa berdakwah ke berbagai negara.
Oleh karena itu, para pejuang kebenaran Islam tidak boleh takut menghadapi segala tantangan dan berbagai kendala, karena hal itu pasti ada saatnya berlalu dan bila para pejuang menghadapi segala tantangan dan kendala dengan sikap istiqamah, maka mereka akan menjadi orang-orang yang mulia, begitulah yang terjadi pada Bilal bin Rabah, sahabat Nabi yang budak lalu dibebaskan oleh Abu Bakar ash Shiddik karena istiqamahnya dalam mempertahankan nilai-nilai tauhid, begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Huzafah yang disambut dengan kemuliaan oleh Khalifah Umar bin Khattab karena ia istiqamah dalam menghadapi penganiayaan yang dilakukan oleh raja Romawi yang kejam.

Mengemis Bertambah Fakir
Seorang muslim sangat dituntut untuk mencari rezeki secara halal dan terhormat guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Karena itu, dalam pandangan Islam bekerja untuk mendapatkan nafkah secara halal merupakan sesuatu yang sangat mulia meskipun jenis pekerjaannya berat secara fisik dan pendapatan dari situ pun tidak besar. Adapun mencari harta dengan cara mengemis merupakan cara yang tidak terhormat meskipun banyak harta yang diperolehnya, Rasulullah saw bersabda yang artinya, "Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar, lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik daripada seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak." (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, Rasulullah saw menilai bahwa orang yang kaya itu tidak semata-mata dengan sebab hartanya yang banyak, hal ini karena meskipun jumlah hartanya banyak, namun jika ia tidak pandai bersyukur atas harta yang sudah diperolehnya itu, apalagi dengan hartanya yang banyak ia tidak bermartabat, tetaplah ia dipandang sebagai orang miskin, apalagi bila harta yang dimilikinya dicari dengan cara mengemis yang bila dengan waktunya yang tersedia ia bekerja atau berusaha dengan baik, disamping lebih terhormat, ia akan memperoleh harta yang lebih banyak dengan jiwa yang menyenangkan, Rasulullah saw bersabda, "Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa." (HR Abu Ya’la).
Disamping itu, sumpah Nabi ini menjadi benar karena biasanya semakin lama beban hidup seseorang semakin besar, dan ia akan mampu menutupi kebutuhannya itu dengan berusaha yang halal dan terhormat, namun bila dari mengemis ia tidak memperoleh dalam jumlah yang cukup sehingga di satu sisi kebutuhannya semakin besar, sedang pendapatannya tetap seperti semula, maka jadilah ia bertambah fakir. Karena itu, tidak sedikit orang yang semula mengemis akhirnya menjadi pencuri, karena ia merasa tidak cukup dari hasil mengemis itu, bukankah ini membuat ia bertambah miskin secara ekonomi dan bertambah rendah martabatnya sebagai manusia.
Kaum muslimin yang berbahagia!
Demikianlah tiga sumpah Nabi Muhammad saw yang benar adanya sehingga harus mendapat perhatian kita agar kehidupan ini dapat kita jalani dengan sebaik-baiknya. (Drs. H. Ahmad Yani)

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar